Nisita.Info – Pada Sabtu, 17 Februari 1674 terjadi guncangan gempa kuat membuat yang membuat lonceng-lonceng di Benteng Victoria, Kota Ambon, Maluku bergoyang kencang. Orang-orang yang berdiri tegak terlempar ke tanah saat bumi bergelombang seperti gulungan air laut. Peristiwa tersebut terjadi 351 tahun lalu dan diperingati oleh para penggiat kegempabumian.
Deputi Bidang Geofisika, Nelly Florida Riama menjelaskan, gempabumi tersebut membuat masyarakat Ambon kalut dalam kepanikan. Gempa yang bertepatan dengan puncak perayaan Tahun Baru Imlek tersebut menyebabkan kerusakan sangat parah seperti tanah terbelah hingga bukit runtuh secara tiba-tiba di Leitimor
“Kekuatan gempa juga telah mengakibatkan tsunami yang dahsyat utamanya di pesisir Utara Pulau Ambon,” kata Nelly dalam Webinar ‘Peringatan Tsunami Ambon 1674: Sepenggal Kisah Berharga Zaman Kolonial, Bekal Menuju Ambon Tsunami Ready’, [ada Selasa (18/2/2025).
Nelly menjelaskan, menurut catatan Georg Eberhard Rumphius (1962-1702), seorang ilmuwan Belanda yang mencatat peristiwa gempabumi dan tsunami Ambon tersebut. Dampak dari bencana alam ini sangat mengerikan di eranya di mana sebanyak lebih dari 2.000 orang tercatat meninggal dan banyak rumah mengalami kerusakan berat.
Dalam catatannya, guncangan yang sangat keras melanda seluruh Pulau Ambon dan pulau-pulau di sekitarnya. Sesaat setelah gempabumi, pesisir Pulau Ambon diterjang gelombang tsunami. Pesisir Utara Semenanjung Hitu menderita kerusakan yang paling parah, terutama di daerah Seit di antara Negeri Lima dan Hila di mana air naik hingga ketinggian 90-110 meter.
“Catatan Rumphius merupakan catatan tertua sejarah gempa dan tsunami yang pernah terjadi di Maluku dan sekitarnya pada tahun 1674.
Sementara itu, Direktur Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono menjelaskan, kondisi tersebut menyebabkan wilayah Maluku tidak pernah sepi akan kejadian gempabumi. Hal ini karena banyaknya sumber-sumber gempabumi di wilayah tersebut. Hal ini menjadikan Potensi Gempabumi dan Tsunami di Maluku dan Sekitarnya, khususnya pulau Ambon sangatlah tinggi.
“Oleh karenanya, masyarakat perlu diadvokasi agar peduli dan siap untuk merespon tanda-tanda bahaya alam, sama baiknya dengan memahami peringatan resmi. Pembangunan kapasitas untuk kesiapsiagaan masyarakat dalam mempertahankan diri harus menjadi program yang berkelanjutan di Ambon dan sekitarnya,” ujarnya.
https://www.bmkg.go.id/berita/utama/351-tahun-gempabumi-dan-tsunami-ambon-sepenggal-sejarah-pembelajaran-menuju-ambon-tsunami-ready)