Oleh: Rony Asprianata, S.Sos*)
Hari ini, 5 November, kita memperingati Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN). Peringatan ini bukan sekadar seremonial tahunan, melainkan pengingat kolektif bahwa kita hidup di jantung keanekaragaman hayati Indonesia, terutama di Kalimantan Timur, yang menjadi rumah bagi satwa endemik langka seperti Orangutan.
Namun, di tengah gencarnya pembangunan dan ekspansi sektor perkebunan, semangat HCPSN membutuhkan dukungan konkret di tingkat kebijakan dan penegakan hukum. Di sinilah peran Aparatur Sipil Negara (ASN), khususnya Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi Kaltim, menjadi sangat sentral.
Dari Trantibum ke ANKT
Tugas pokok Satpol PP, sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Ketenteraman dan Ketertiban Umum Serta Perlindungan Masyarakat, sering diidentikkan dengan penertiban pedagang kaki lima atau pengamanan aset daerah. Namun, ruang lingkup Ketentraman dan Ketertiban Umum (Trantibum) sesungguhnya jauh lebih luas, mencakup penegakan seluruh Peraturan Daerah dan Peraturan Gubernur (Pergub).
Salah satu Peraturan Gubernur yang kini menjadi medan tugas penting bagi kami adalah Pergub Nomor 43 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Area dengan Nilai Konservasi Tinggi (ANKT) di Area Perkebunan.
Pergub ini adalah jembatan hukum yang memastikan pembangunan perkebunan tetap berjalan selaras dengan upaya konservasi. Ia mewajibkan pemegang Izin Usaha Perkebunan (IUP) untuk mengidentifikasi dan melindungi ANKT—area yang penting secara biologis, ekologis, atau kultural. ANKT inilah yang menjadi habitat terakhir bagi puspa dan satwa di tengah konsesi.
Peran Kunci Satpol PP
Dalam konteks penegakan Pergub ANKT, Satpol PP berfungsi sebagai garda terdepan di lapangan, memastikan bahwa mandat dari dinas teknis (Dinas Perkebunan dan Dinas Lingkungan Hidup) dipatuhi.
Pertama, Satpol PP berperan dalam fungsi preventif. Kami terlibat dalam kegiatan pengawasan dan patroli gabungan di batas-batas ANKT. Kehadiran personel di lapangan menjadi sinyal kuat bagi perusahaan maupun masyarakat bahwa kawasan tersebut dilindungi dan bebas dari aktivitas ilegal, seperti perambahan atau perburuan liar.
Kedua, kami berperan dalam fungsi penindakan (represif). Jika ditemukan pelanggaran oleh pihak perusahaan perkebunan, seperti:
- Memanfaatkan ANKT untuk kepentingan komersial yang dilarang.
- Mengalokasikan ANKT untuk pembangunan kebun masyarakat.
- Gagal mencegah konflik satwa liar yang diakibatkan oleh kelalaian pengelolaan.
Maka, Satpol PP bertindak berdasarkan Perda Trantibum untuk memberikan sanksi non-yudisial. Ini bisa berupa peringatan tertulis, penyegelan, hingga penghentian sementara kegiatan yang melanggar, yang kemudian dilanjutkan dengan proses penegakan hukum oleh dinas teknis terkait.
HCPSN adalah waktu yang tepat untuk merefleksikan bahwa menjaga ketertiban umum di Kalimantan Timur kini juga berarti menjaga ketertiban ekosistem. Konservasi bukanlah urusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan saja, melainkan tanggung jawab bersama yang diwujudkan melalui sinergi regulasi dan penegakan di tingkat daerah.
Dengan mengawal implementasi Pergub ANKT secara tegas, Satpol PP Kaltim menegaskan bahwa Trantibum dan Kelestarian Alam adalah dua sisi mata uang yang harus berjalan seiring. Kami berkomitmen, sebagai bagian dari ASN Kaltim, untuk memastikan kekayaan puspa dan satwa liar Bumi Etam tidak hanya dikenang dalam sejarah, tetapi terus lestari berkat ketaatan kita pada aturan.
Selamat Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional 2025!

*) Penulis adalah Jafung Satpol PP Mahir pada Satpol PP Pemprov Kaltim















